Tuesday, July 21, 2009

Resensi Buku : Kisah 47 Ronin

Makna Sebuah Pengabdian

Kisah 47 Ronin karya John Allyn adalah fiksi sejarah yang ditulis berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi di Negara Matahari Terbit pada awal abad ke-18. Ronin adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan atau terpisah dari tuannya di zaman feodal Jepang (1185-1868). Samurai menjadi kehilangan tuannya ketika tuannya mati, atau akibat hak atas wilayah kekuasaan sang tuan dicabut oleh pemerintah. Samurai yang tidak lagi memiliki tuan tidak bisa lagi disebut sebagai samurai, karena samurai adalah "pelayan" bagi sang tuan. Dalam tradisi samurai, ronin memiliki derajat dibawah samurai. Bagi seorang ronin hanya ada dua pilihan, yaitu menjadi orang bayaran atau turun pangkat dalam kemiliteran.

Dalam novelnya John Allyn menulis kisah ini dengan sudut pandang Oishi sebagai tokoh sentralnya. Allyn memulai novelnya dengan mendeskripsikan situasi di Jepang di di awal abad ke-18, dimana Istana Shogun marak dengan pameran kemewahan, korupsi, serta pesa pora. Kesenian berkembang dengan pesat, kelas pedagang semakin berkuasa sehingga pengaruh prajurit dan samurai mulai berkurang. Saat itu diterapkan pula Undang-undang Pelestarian Hidup yang melarang mahluk hidup (termasuk binatang). Hal ini merugikan petani karena tak seorangpun diperbolehkan membunuh binatang termasuk binatang hama. Hasil bumi menjadi merosot sehingga membuat Jepang di tepi jurang kehancuran ekonomi.

Pada tahun 1701 seorang daimyo muda yang bersikap kritis terhadap pemerintahan Shogun, Lord Asano, dari Ako kehilangan batas kesabarannya dan menyerang seorang pejabat istana yang korup, Kira, hingga terluka dalam upacara kenegaraan. Peristiwa ini membuat Lord Asano kemudian mendapatkan hukuman mati berupa seppuku, sebuah hukuman mati yang paling tehormat bagi seorang samurai dengan cara mati dengan merobek perut sendiri dan diakhiri dengan kepala yang terpancung. Kastil dan wilayah kekuasaan Asano di Ako harus diserahkan pada Shogun. Sehingga kemudian memicu serangkaian peristiwa yang berakhir dengan balas dendam paling berdarah dalam sejarah kekaisaran Jepang.

Para pengikut Lord Asano yang dipimpin oleh Oishi tak menerima kematian yang menimpa pemimpinnya. Otomatis mereka menjadi Ronin dan segera berkumpul untuk membalas dendam. Pada awalnya terkumpul sekitar 300 ronin. Namun jumlah ronin yang memiliki tekad untuk membalas dendam kematian Asano semakin menyusut hingga akhirnya hanya 47 Ronin yang tersisa dan bersumpah uintuk melakukan balas dendam

Novel ini ditulis dengan menarik, sejak awal pembaca akan dibawa pada satu pertanyaan besar, berhasilkan ke 47 ronin membunuh Kira yang menyebabkan kematian pemimpinnya ? bagi mereka yang mengetahui sejarah Jepang tentu saja ini bukan pertanyaan karena sejarah telah mencatat bagaimana akhir dari peristiwa berdarah ini. Namun kisah ini tetap menarik karena banyak sekali versi dari kisah ini, dan pembaca yang ‘melek’ sejarah tetap akan dibuat penasaran bagaimana kisah ini menurut versi John Allyn. Sayang buku ini tidak menyertakan peta di mana kejadian ini berlangsung. Padahal dengan adanya sebuah peta, pembaca akan lebih memahami isi novel ini terutama dari segi geografisnya.


Terlepas dari kekurangan di atas, novel ini sangat layak dibaca oleh siapapun yang ingin mengetahui sepenggal sejarah Jepang. Walau tema utama novel ini adalah balas dendam, bukan berarti novel yang kental dengan aroma sejarah ini sarat dengan kekerasan. Tebasan tajamnya pedang samurai/ronin hanya akan ditemui di awal dan akhir novel ini. Pembaca akan disuguhi aneka peristiwa yang memperkaya pembacanya baik dari sejarah, kultur kekaisaran jepang di awal abad ke 18, semangat kesatriaan para samurai / ronin dalam menegakkan kehormatan, kesetian dalam pengabdian, kesabaran dan strategi dalam menghadapi musuh, dll.

1 comment:

  1. kalau mau download bukunya datang aja ke
    http://agk13.wordpress.com/2010/02/04/kisah-47-roninmantan-samurai/

    ReplyDelete